ramlihamdani.id, JAKARTA – Polemik terkait Perwira TNI aktif menjadi penjabat (Pj) Bupati di Seram Bagian Barat, Maluku menjadi bagian penting dari tata kelola aturan yang kurang tegas dan ketat.
Baik yang menolak kebijakan tersebut maupun yang mendukung memiliki pijakan dan argumentasi legal-politik yang sama kuat.
“Sebagian orang berpendapat polemik tergait denng penunjukkan anggota TNI-Polri menjadi penjabat kepala daerah, memutuhkan aturan yang ketat dan tegas, “ujar Guru Besar Politik dam Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi kepada ramlihamdani.id, Jumat (27/5/2022).
Ada kemungkinan bahwa penegasan empati yang harus diperhatikan terkait dengan hal tersebut, yakni pertama, sinkronisasi dan perlunya dirancang untuk menguntungkan UU terkait hal tersebut.
Baik UU TNI dan polri maupun UU terkait dengan tata kelola pemerintahan serta uu kepemiluan, khususnya pilkada,” jelas Muradi.
Baca juga: Perwira TNI-Polri Jadi Penjabat Kepala Daerah, Ini Kata BKN
Kedua, penegasan dalam aturan yang ada untuk tidak melakukan ganda dalam waktu bersama semua anggota TNI-Polri yang akan mendukung organisasi dalam organisasinya, yang akan diberikan UU, seminar BNPT, BNN, BNPB dan setterusnya. Maupun yang berbasis pada kebutuhan organisasi kementrian maupun badan.
“Hal ini penting untuk ditegaskan, agar selaras dengan penekanan peraturan perundang-undangan terkait dari organisasi masing-masing,” ucapnya.
Ketiga, mengintegrasikan politik kepemiluan agar dapat segera serentak melaksanakan hajat politiknya.
Sehingga mengurangi jeda politik yang membuka adanya Pj kepala daerah yang akhirnya terjadi polemik berkepanjangan.
Namun perlu diketahui bahwa birokrasi politik didasarkan pada prinsip ketogantungan pada simbol-simbol.
Sumber Artikel: https://www.tribunnews.com/nasional/2022/05/28/soal-anggota-tni-polri-aktif-jadi-pj-kepala-daerah-ini-saran-guru-besar-universitas-padjadjaran
Tidak ada komentar :
Posting Komentar